Rabu, 24 Agustus 2016

Resensi Singkat : Mendidik Pemenang Bukan Pecundang



Judul : Mendidik Pemenang Bukan Pecundang
Pengarang : Dhitta Puti Sarasvati dan J. Sumardianta
Penerbit : Bentang
Tahun : 2016
Cetakan : Pertama
Kategori : Inspiratif
Jumlah halaman : 323

“Menarik dan membangkitkan semangat” begitulah endostement  dari Andy F. Noya, host acara ‘Kick Andy’ yang ditampilkan di cover buku Mendidik Pemenang Bukan Pecundang ini. Kenapa menarik ? Kenapa juga membangkitkan semangat ? Apa istimewanya buku ini ? dan setumpuk pertanyaan lain menggayut ketika membaca endostement diatas. Apalagi membaca judulnya. Siapa yang dimaksud pecundang ? Bukankah setiap siswa yang lulus dari sekolah itulah pemenang ?.

Kemampuan J. Sumardianta mengemas tulisan hingga menjadi buku yang menarik bukanlah hal yang sulit. Pengalaman menulis artikel di beberapa koran nasional, menjadikan bahasa dan isi buku tersebut enak dibaca, lugas, tidak bertele-tele. Kekhasan tulisannya  sama seperti ketiga buku sebelumnya yaitu Symply Amazing (2009), Guru Gokil Murid Unyu (2012), Habis Galau Terbitlah Move On (2014) yang laris manis di pasaran. Sehingga pada tahun 2014 beliau diundang sebagai tamu dalam acara talkshow Kick Andy. Diperkuat lagi dengan dukungan Dhitta Puti Sarasvati, seorang pengajar di Fakultas Pendidikan, Sampoerna University membuat buku ini lebih menarik dan berwarna. 



Kedua penulis berkolaborasi mengemas buku ini menjadi tiga bagian besar, yaitu parade pandir kaisar telanjang, jebakan tikus pendidikan, dan orang yang kasmaran belajar. Bagian pertama diawali dengan seorang kaisar yang tidak mau mengakui telah dibohongi oleh dua orang penipu hanya karena takut dianggap bodoh. Itulah pengibaratan yang digunakan oleh penulis tentang carut marut sistem pendidikan di Indonesia. Salah satu contohnya adalah tentang sistem penilaian. Siswa, orang tua, bahkan guru takut mengakui bahwa nilai tinggi yang dimiliki oleh siswa sesungguhnya tidak mampu mencerminkan kompetensi yang dimiliki. Karena nilai tinggi tersebut lebih berdasarkan pada aspek kognitif, yang diperoleh dengan metode hafalan. Sedangkan aspek afektif dan psikomotor kurang diperhatikan. Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya penggangguran dari kalangan terdidik. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat penganguran terbuka pada Februari 2016 mencapai 7,02 juta orang. Parahnya lagi, justru lulusan SMK yang tingkat pengangguran paling tinggi yaitu 9,84 persen, disusul dengan lulusan universitas yang mencapai 6,22 persen.

Keunggulan buku ini yaitu tulisan bukan hanya angan–angan semata, namun berdasarkan pengalaman nyata di dalam kelas tempat mereka mengajar. Sehingga akan terasa sangat membumi. Bukan juga hanya menyampaikan idealisme semu, yang sekedar ingin membuat “bapak senang”. Setiap bab diberikan judul-judul yang menggelitik, seperti “Guru Nge-tweet Berdiri, Murid Selfie Berlari”, “Kantong Bolong Ali Sadikin”, dan masih banyak judul menarik lainnya. Ditambah lagi, cerita-cerita kocak yang sengaja dipasang diawal setiap bab, menjadi daya tarik sendiri bagi pembaca. Berangkat dari cerita tersebut, penulis akan mengkaitkan makna cerita dengan kegiatan pembelajaran yang yang terjadi di dalam kelas.

Wallahu A'lam Bishawab
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar