Senin, 29 Agustus 2016

Parenting : Si Adek Takut Hantu

Bangun pagi tepat waktu sudah tak menjadi masalah lagi bagi kedua anak saya. Seperti pagi ini, begitu alarm jam berbunyi pukul 05.00 WIB mereka langsung terbangun. Selanjutnya mereka minum susu yang telah saya siapkan. Si abang lantas mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat subuh. Biasanya diikuti si adek setelahnya. Namun pagi ini, saya mendapati si adek tetap duduk di pinggir ranjang. Tidak segera mengambil air wudhu.

Pada awalnya saya diamkan. Saya memang sengaja membiarkan dia beraktifitas tanpa diperintah lagi. Namun setelah beberapa saat, saya coba bertanya. Barangkali dia sakit.

Ternyata bukan. Dia dengan enteng menjawab "Wildan takut ke kamar mandi sendiri".

What ? Bengong saya dibuatnya. Selama ini dia ke kamar mandi sendiri tidak ada masalah. Mengapa hari ini berbeda.

Sayapun coba dekati dia dan mulai bertanya. "Wildan inget gambar hantu di buku yang ada di toko Gr****** dulu itu" terangnya.

Saya pun coba bujuk dia untuk segera ke kamar mandi dan menjelaskan jika rumah kami tidak ada hantu. Tapi dia tetap saja bilang takut. Alhasil pagi tadi, saya harus menemani dia ke kamar mandi dan menunggui dari luar selama dia mandi dan wudhu. Dan jujur saya, pekerjaan rumah saya jadi terganggu karenanya. Selain itu juga menganggu ibadah sholat subuh yang seharusnya dia lakukan lebih awal.

Saya pun berpikir kebiasaan ketakutan itu akan menjadi kebiasaan buruk jika dibiarkan. Maka setelah mengantarkan dia kesekolah, sayapun mulai berpikir untuk mencari cara untuk mengajari Wildan mengatasi rasa takutnya.

Beberapa halaman website saya kunjungi. Mencari referensi tentang bagaimana menjelaskan tentang keberadaan hantu menurut ajaran islam, bagiaman tuntunan Nabi Muhammad SAW tentang hantu, dan doa-doa yang dianjurkan dibaca saat mengalami rasa takut.

Berikut hasil rangkuman saya dari beberapa sumber :

1. Kita perlu memberikan pemahaman kepada anak bahwa hantu seperti yang diceritakan dalam buku-buku cerita hantu seperti Gendruwo, Pocong, Wewe Gombel dan semacamnya tidak ada di dunia nyata. Hanya ada di cerita. Namun jika anak telah mendapati pemahaman jika hantu-hantu tersebut merupakan penjelmaan dari jin atau setan yang akan mengganggu manusia. Maka anak perlu diberikan pemahaman bahwa Allah yang lebih kuasa atas segala kejadian yang menimpa manusia. Jika Allah tidak mengizinkan suatu peristiwa menimpa manusia. Maka apapun tidak akan terjadi. Demikian juga sebaliknya.

Cerita berikut merupakan teladan bagi kita semua :

Pada suatu hari saya pernah membonceng di belakang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu beliau bersabda, “Wahai anak muda, sesungguhnya akan kuajarkan kepadamu beberapa kalimat. Jagalah Allah, niscaya Ia juga akan menjagamu. Jagalah Allah niscaya engkau akan mendapati-Nya ada di hadapanmu. Apabila engkau meminta sesuatu, mintalah kepada Allah. Jika engkau memohon pertolongan, mohonlah kepada Allah. Ketahuilah, andaikan saja umat seluruhnya berkumpul untuk memberikan manfaat kepadamu, mereka tidak akan bisa memberikan manfaat kepadamu kecuali sesuatu yang telah ditetapkan Allah untukmu. Dan andaikan saja mereka bersatu untuk menimpakan bahaya terhadapmu, mereka tidak akan bisa memberikan bahaya itu terhadapmu kecuali sesuatu yang Allah tetapkan atasmu. Pena telah diangkat dan lembar catatan telah kering.” (HR. Tirmidzi)

2. Mengajarkan doa-doa berikut dengan artinya. Selama ini barangkali anak-anak telah mengerti dan bahkan hafal dengan doa-doa yang sering diucapkan sebelum dan sesudah beraktifitas. Namun mengabaikan artinya. Misalnya doa masuk kamar mandi.

اَللّهُمَّ اِنىِّ اَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْخُبُثِ وَ الْخَبَائِثِ
 
Artinya : "Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari setan laki-laki dan setan perempuan".

Sumber : http://masterbama.blogspot.co.id/2014/12/doa-masuk-dan-keluar-kamar-mandi-beserta-arti-dan-manfaatnya.html

Ya, tidak hanya menghafal. Namun juga paham akan arti doa yang diucapkan. Sungguh indah ajaran Islam memberikan tuntunan kepada kita umatNya. Sehingga segala permasalahan yang kita hadapi, semua ada jalan keluar terbaik yang diberikan. Selama kita mau terus belajar dan meggali ajaran di telah dituntunkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Semoga, dengan upaya kecil ini saya mampu mengajarkan kepada anak saya untuk mengatasi rasa takut yang dialami.

Wallahu A'lam Bishawab.




Minggu, 28 Agustus 2016

Catatan Harian : Pagi Hari tanpa Omelan (hari ke 5)

Hari sudah menjelang sore, dan saya belum membuat catatan harian hari ini (terakhir saya membuat Catatan Harian : Pagi Hari tanpa Omelan (hari ke 4). Dan itu ternyata membuat saya merasakan ada sesuatu yang kurang. Walaupun pekerjaan rumah hari ini belum beres juga, namun saya tetap berusaha meluangkan waktu untuk membagikan pengalaman saya hari ini bersama anak-anak kepada anda. Semoga bermanfaat.

Tak lupa juga saya sangat berterima kasih kepada tamu-tamu blog saya yang bersedia membuka dan barangkali dilanjutkan dengan membaca catatan-catatan kecil sederhana di blog ini.

Hari minggu,
Oleh sebagian orang dianggap sebagai hari untuk bermalas-malasan. Ya barangkali memang setelah seminggu penuh mereka disibukkan dengan aktifitas yang padat. Hari minggu waktu yang tepat untuk beristirahat. Begitupun dengan anak-anak saya. Setiap hari mereka disibukkan dengan aktifitas belajar disekolah, les, mengaji, latihan taekwondo, dan belum lagi pekerjaan rumah yang harus mereka kerjakan di rumah. 

Namun alhamdulillah, pagi ini mereka tetap konsisten untuk bangun sesuai jadwal. Jam 05.00 WIB. Tanpa perlu susah payah saya membangunkan. Karena terus terang, beberapa waktu yang lalu, sebelum saya berlakukan to do list di rumah kami. Mereka sering kali terlambat bangun jika hari itu mereka tidak ke sekolah. Sehingga sering kali terlambat melaksanakan sholat subuh. Begitupun dengan aktifitas mandi, sarapan dan lain sebagainya. Tapi tidak untuk hari ini, semua mereka kerjakan lebih awal. Tanpa perlu saya perintah lagi. Semoga kedepan tetap berlangsung demikian.

Siang hari, selesai anak bungsu saya menikmati makan siang, terdengar komentar dari anak tertua saya. "Tumpah semua bu" kata anak saya. Dan saya pun melihat nasi yang berceceran (beberapa butir nasi lebih tepatnya) di lantai tempat anak bungsu saya makan. Saya menjawab "Ya abang ambil sapu, bantu ibu membersihkan lantai itu". Diapun menjawab "Kok abang yang kena imbasnya, dia yang makan, aku yang bersihin". Jawaban yang wajar, pikir saya. 

Namun saya coba jelaskan dengan dia "Belajarlah untuk ikhlas untuk membantu ibu sekarang ini. Dari situ nanti kamu akan belajar memaklumi kekurangan orang lain. Karena tak selamanya apa yang dilakukan orang lain, sesuai dengan kemauan kita. Maunya kita, sehabis makan, adek membersihkan sendiri nasi yang tercecer. Atau bahkan jika perlu tak ada kotoran sedikitpun di meja dan lantai". Dia pun mengambil sapu sambil berkata "Dia harusnya juga belajar bertanggung jawab". Dalam hatipun saya menjawab "Jawabanmu tepat nak". Namun saya sampaikan ke dia "ya benar, tapi sekarang ibu ingin mengajarkanmu dulu tentang memaklumi kekurangan orang lain dan keikhlasan membantu ibu dulu, lain waktu ibu juga akan ajarkan adek tentang tanggung jawab". 

Tak mengapa, walaupun si abang masih menyapu dengan bersungut-sungut. Tapi saya yakin, suatu saat dia akan paham apa yang saya maksudkan dengan nasihat yang sederhana ini. Dari pada saya perintah dia dengan kalimat pendek "Ambil sapu sana, bersihin itu". Yang belum tentu dia ngerti maksud dari perintah itu. Sehingga yang sering kali terjadi malah percekcokan antara saya dan si abang.

Ya begitulah, walaupun maksudnya sama-sama perintah untuk menyapu. Namun pilihan kata dan kalimat yang kita gunakan kepada anak-anak memiliki perbedaan pemahaman yang akan diterima oleh anak-anak. Karena sering kali, anak tidak mengikuti perintah yang kita berikan bukan berarti membangkang atau menentang. Namun lebih banyak disebabkan karena mereka tidak mengetahui mengapa mereka harus melakukan itu. Dan ada nilai kebaikan apa sebenarnya yang terkandung di balik semua perintah dan peristiwa yang mereka alami.

Itulah tugas saya sebagai orang tua. Memberikan pengertian kepada mereka.

Namun begitu, tugas sayapun belum selesai, masih ada janji untuk mengajarkan ke adek tentang tanggung jawab. Semoga Allah memberikan kekuatan.

Wallahu A'lam Bishawab.

Jumat, 26 Agustus 2016

Catatan Harian : Pagi Hari tanpa Omelan (hari ke 4)

Sungguh sangat patut disyukuri apa yang telah Allah karuniakan pada keluarga kami. Anak-anak yang sehat dan ceria saat bangun bagi pun, bagi kami merupakan rahmat Allah yang patut disyukuri. Karena diluar sana, banyak keluarga yang mendambakan hadirnya momongan, namun Allah belum menghendaki. Ada juga keluarga lain yang barangkali di amanahkan momongan yang berkebutuhan khusus, sehingga menuntut orang tua untuk merawat dengan usaha dan keikhlasan yang luar biasa. 

Allah berfirman dalam QS. 'Ibrahim [14] : 7

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِى لَشَدِيدٌ

Yang artinya :
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".

(diambil dari web Indeks Tematik al Qur'an)

Sehingga sebagai orang beriman, usaha saya untuk mendidik dan mendampingi anak-anak, saya anggap sebagai rasa syukur terhadap nikmat yang diberikan Allah SWT. 

Seperti pagi ini, demi menjaga komitmen yang telah saya sepakati bersama bersama anak-anak. Saya rela bangun lebih awal untuk mempersiapkan sarapan. Supaya mereka dapat menikmati sarapan pada pukul 05.15 seperti yang tertulis di to do list mereka. Tidak ada masalah yang timbul pagi ini. Semua berjalan sesuai yang kami rencanakan. Anak-anak berangkat sekolah tepat waktu, pekerjaan rumah saya beres, dan yang terpenting anak-anak berangkat ke sekolah dengan hari riang. Dan saya pun dapat melepas perjalanan mereka kesekolah tanpa rasa tertekan dan lelah.

Terima kasih anak-anakku.

Namun, apakah itu semua patut saya banggakan sebagai hasil kerja keras saya semata. Tentu tidak, saya sangat menyadari bahwa perubahan kebiasaan yang dilakukan oleh saya dan anak-anak tentu tidak terlepas dari kuasa Allah SWT. Makanya saya selalu berucap lirih alhamdulillahi robbil alamin. Segala puji bagi Alloh. 

Sungguh saya menyadari, apa yang dilakukan oleh anak-anak saya pada beberapa hari ini, mengikuti to do list kegiatan mereka. Semata karena kuasa Allah yang menggerakkan hati mereka. Jika Allah tidak menghendaki dan mematikan hati mereka, maka itu semua tidak akan terjadi. Karena terus terang, selama ini saya selalu berdoa agar Allah melembutkan dan menggerakkan hati mereka. Dan Allah selalu bersama dan membantu saya.

Wallahu A'lam Bishawab





Kamis, 25 Agustus 2016

Catatan Harian : Pagi Hari tanpa Omelan (hari ke 3)

Hari yang indah,

Memulai pagi dengan rasa syukur di dalam hati. Karena masih ada di dalam diri, semangat untuk berkarya dan menemani buah hati menyambut hari-hari sibuk belajar di sekolah. Tulisan saya pagi ini masih melanjutkan tentang tulisan saya sebelumnya yaitu Catatan Harian : Pagi Hari tanpa Omelan (hari ke 2). 
Mudah-mudahan anda sudah membacanya.

Di pagi ini, aktifitas saya dan anak-anak semuanya berjalan dengan lancar. Semua aktifitas yang telah kami susun bersama dalam to do list mereka lakukan tanpa ada perintah ataupun intervensi dari saya. Sambil mengerjakan pekerjaan rumah, saya hanya memantau aktifitas mereka. Alhamdulillah semua lancar dan anak-anak dapat berangkat ke sekolah lebih awal.

Namun, tetap saja ada yang menarik untuk saya bagikan untuk pembaca. Yaitu tentang polah tingkah anak saya yang beranjak remaja. Kejadian bermula saat saya bilang "Bang, hari ini ke sekolah naik sepeda", begitu yang saya sampaikan ke anak tertua saya. Dia tidak menanggapi. Hanya diam saja. Dari diamnya itu saya bisa menangkap rasa kecewanya kepada saya. Karena beberapa hari belakangan saya selalu mengantarkan dia kesekolah. Setelah sebelumnya dia sempat sakit.

Waktu berangkat kesekolahpun tiba. Hari masih menunjukkan pukul 06.00. Namun, sambil berakifitas saya tetap memantau apa yang akan dilakukan oleh anak saya ini. Dan benar, saya mendengar suara langkah kaki anak saya yang sengaja dibuat lebih keras dari biasanya. Hingga pada saat anak saya mengambil sepeda, terdengar suara yang cukup keras benturan ban sepeda dengan kaleng kosong di samping rumah. Ya, saya dapat menangkap itu sebagai bentuk protes terhadap 'tega'nya saya membiarkan dia bersepeda kesekolah.

Namun, saya bergeming. Saya berusaha untuk tidak reaktif. Saya meyakinkan diri bahwa apa yang saya lakukan ini demi kebaikan anak saya juga. Tujuan saya membiarkan anak saya bersepeda sendiri ke sekolah supaya anak saya tersebut berlatih mandiri. Tidak selalu bergantung kepada saya selaku orang tua. Dan saya yakin, dalam perjalanan tersebut dia akan belajar banyak nilai-nilai kehidupan, yang selama ini teorinya sudah dia dapatkan di bangku sekolah.

Ya, saya memang ingin mengajarkan tentang kemandirian. Selain itu saya ingin juga melatih dia sebagai seorang "driver", dan membebaskan dia dari mental "passenger" (kedua istilah ini saya adopsi dari buku Self Driving  yang ditulis oleh Renald Kasali). 

Selama ini jika saya terus menerus mengantarkan anak saya kesekolah dan menjadikannya "passenger", dia dapat duduk nyaman tanpa memikirkan apapun. Tak perlu memikirkan rute tercepat yang bisa ditempuh, mengatur kecepatan kendaraan, dan bahkan menemukan solusi bagaimana jika tiba-tiba ban kempes. 

Untuk itu, saya akan mengizinkan dia berlatih sebagai seorang "driver" dari hal yang sederhana ini. Bersepeda ke sekolah. Harapannya dia akan terbiasa menentukan sendiri jalan yang mesti dia lalui, kecepatan yang harus dia tempuh, dan bagaimana solusi jika tiba-tiba ban sepedanya kempes di jalan.

Semoga dari pelajaran sederhana ini, dia akan belajar menjadi pengemudi bagi dirinya sendiri di kehidupan yang akan datang. Dia akan terbiasa menemukan jalan yang harus ditempuh untuk mewujudkan cita-citanya. Menemukan strategi untuk menjadi manusia yang unggul. Dan tentunya dia akan menjadi manusia yang pantang menyerah dengan segala permasalahan yang akan dihadapinya nanti.



Wallahu A'lam Bishawab.

Sumber pustaka : Khasali, R. 2014. Self Driving. Jakarta : Mizan.



Rabu, 24 Agustus 2016

Resensi Singkat : Mendidik Pemenang Bukan Pecundang



Judul : Mendidik Pemenang Bukan Pecundang
Pengarang : Dhitta Puti Sarasvati dan J. Sumardianta
Penerbit : Bentang
Tahun : 2016
Cetakan : Pertama
Kategori : Inspiratif
Jumlah halaman : 323

“Menarik dan membangkitkan semangat” begitulah endostement  dari Andy F. Noya, host acara ‘Kick Andy’ yang ditampilkan di cover buku Mendidik Pemenang Bukan Pecundang ini. Kenapa menarik ? Kenapa juga membangkitkan semangat ? Apa istimewanya buku ini ? dan setumpuk pertanyaan lain menggayut ketika membaca endostement diatas. Apalagi membaca judulnya. Siapa yang dimaksud pecundang ? Bukankah setiap siswa yang lulus dari sekolah itulah pemenang ?.

Kemampuan J. Sumardianta mengemas tulisan hingga menjadi buku yang menarik bukanlah hal yang sulit. Pengalaman menulis artikel di beberapa koran nasional, menjadikan bahasa dan isi buku tersebut enak dibaca, lugas, tidak bertele-tele. Kekhasan tulisannya  sama seperti ketiga buku sebelumnya yaitu Symply Amazing (2009), Guru Gokil Murid Unyu (2012), Habis Galau Terbitlah Move On (2014) yang laris manis di pasaran. Sehingga pada tahun 2014 beliau diundang sebagai tamu dalam acara talkshow Kick Andy. Diperkuat lagi dengan dukungan Dhitta Puti Sarasvati, seorang pengajar di Fakultas Pendidikan, Sampoerna University membuat buku ini lebih menarik dan berwarna. 



Kedua penulis berkolaborasi mengemas buku ini menjadi tiga bagian besar, yaitu parade pandir kaisar telanjang, jebakan tikus pendidikan, dan orang yang kasmaran belajar. Bagian pertama diawali dengan seorang kaisar yang tidak mau mengakui telah dibohongi oleh dua orang penipu hanya karena takut dianggap bodoh. Itulah pengibaratan yang digunakan oleh penulis tentang carut marut sistem pendidikan di Indonesia. Salah satu contohnya adalah tentang sistem penilaian. Siswa, orang tua, bahkan guru takut mengakui bahwa nilai tinggi yang dimiliki oleh siswa sesungguhnya tidak mampu mencerminkan kompetensi yang dimiliki. Karena nilai tinggi tersebut lebih berdasarkan pada aspek kognitif, yang diperoleh dengan metode hafalan. Sedangkan aspek afektif dan psikomotor kurang diperhatikan. Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya penggangguran dari kalangan terdidik. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat penganguran terbuka pada Februari 2016 mencapai 7,02 juta orang. Parahnya lagi, justru lulusan SMK yang tingkat pengangguran paling tinggi yaitu 9,84 persen, disusul dengan lulusan universitas yang mencapai 6,22 persen.

Keunggulan buku ini yaitu tulisan bukan hanya angan–angan semata, namun berdasarkan pengalaman nyata di dalam kelas tempat mereka mengajar. Sehingga akan terasa sangat membumi. Bukan juga hanya menyampaikan idealisme semu, yang sekedar ingin membuat “bapak senang”. Setiap bab diberikan judul-judul yang menggelitik, seperti “Guru Nge-tweet Berdiri, Murid Selfie Berlari”, “Kantong Bolong Ali Sadikin”, dan masih banyak judul menarik lainnya. Ditambah lagi, cerita-cerita kocak yang sengaja dipasang diawal setiap bab, menjadi daya tarik sendiri bagi pembaca. Berangkat dari cerita tersebut, penulis akan mengkaitkan makna cerita dengan kegiatan pembelajaran yang yang terjadi di dalam kelas.

Wallahu A'lam Bishawab