Kamis, 25 Agustus 2016

Catatan Harian : Pagi Hari tanpa Omelan (hari ke 3)

Hari yang indah,

Memulai pagi dengan rasa syukur di dalam hati. Karena masih ada di dalam diri, semangat untuk berkarya dan menemani buah hati menyambut hari-hari sibuk belajar di sekolah. Tulisan saya pagi ini masih melanjutkan tentang tulisan saya sebelumnya yaitu Catatan Harian : Pagi Hari tanpa Omelan (hari ke 2). 
Mudah-mudahan anda sudah membacanya.

Di pagi ini, aktifitas saya dan anak-anak semuanya berjalan dengan lancar. Semua aktifitas yang telah kami susun bersama dalam to do list mereka lakukan tanpa ada perintah ataupun intervensi dari saya. Sambil mengerjakan pekerjaan rumah, saya hanya memantau aktifitas mereka. Alhamdulillah semua lancar dan anak-anak dapat berangkat ke sekolah lebih awal.

Namun, tetap saja ada yang menarik untuk saya bagikan untuk pembaca. Yaitu tentang polah tingkah anak saya yang beranjak remaja. Kejadian bermula saat saya bilang "Bang, hari ini ke sekolah naik sepeda", begitu yang saya sampaikan ke anak tertua saya. Dia tidak menanggapi. Hanya diam saja. Dari diamnya itu saya bisa menangkap rasa kecewanya kepada saya. Karena beberapa hari belakangan saya selalu mengantarkan dia kesekolah. Setelah sebelumnya dia sempat sakit.

Waktu berangkat kesekolahpun tiba. Hari masih menunjukkan pukul 06.00. Namun, sambil berakifitas saya tetap memantau apa yang akan dilakukan oleh anak saya ini. Dan benar, saya mendengar suara langkah kaki anak saya yang sengaja dibuat lebih keras dari biasanya. Hingga pada saat anak saya mengambil sepeda, terdengar suara yang cukup keras benturan ban sepeda dengan kaleng kosong di samping rumah. Ya, saya dapat menangkap itu sebagai bentuk protes terhadap 'tega'nya saya membiarkan dia bersepeda kesekolah.

Namun, saya bergeming. Saya berusaha untuk tidak reaktif. Saya meyakinkan diri bahwa apa yang saya lakukan ini demi kebaikan anak saya juga. Tujuan saya membiarkan anak saya bersepeda sendiri ke sekolah supaya anak saya tersebut berlatih mandiri. Tidak selalu bergantung kepada saya selaku orang tua. Dan saya yakin, dalam perjalanan tersebut dia akan belajar banyak nilai-nilai kehidupan, yang selama ini teorinya sudah dia dapatkan di bangku sekolah.

Ya, saya memang ingin mengajarkan tentang kemandirian. Selain itu saya ingin juga melatih dia sebagai seorang "driver", dan membebaskan dia dari mental "passenger" (kedua istilah ini saya adopsi dari buku Self Driving  yang ditulis oleh Renald Kasali). 

Selama ini jika saya terus menerus mengantarkan anak saya kesekolah dan menjadikannya "passenger", dia dapat duduk nyaman tanpa memikirkan apapun. Tak perlu memikirkan rute tercepat yang bisa ditempuh, mengatur kecepatan kendaraan, dan bahkan menemukan solusi bagaimana jika tiba-tiba ban kempes. 

Untuk itu, saya akan mengizinkan dia berlatih sebagai seorang "driver" dari hal yang sederhana ini. Bersepeda ke sekolah. Harapannya dia akan terbiasa menentukan sendiri jalan yang mesti dia lalui, kecepatan yang harus dia tempuh, dan bagaimana solusi jika tiba-tiba ban sepedanya kempes di jalan.

Semoga dari pelajaran sederhana ini, dia akan belajar menjadi pengemudi bagi dirinya sendiri di kehidupan yang akan datang. Dia akan terbiasa menemukan jalan yang harus ditempuh untuk mewujudkan cita-citanya. Menemukan strategi untuk menjadi manusia yang unggul. Dan tentunya dia akan menjadi manusia yang pantang menyerah dengan segala permasalahan yang akan dihadapinya nanti.



Wallahu A'lam Bishawab.

Sumber pustaka : Khasali, R. 2014. Self Driving. Jakarta : Mizan.