Minggu, 28 Agustus 2016

Catatan Harian : Pagi Hari tanpa Omelan (hari ke 5)

Hari sudah menjelang sore, dan saya belum membuat catatan harian hari ini (terakhir saya membuat Catatan Harian : Pagi Hari tanpa Omelan (hari ke 4). Dan itu ternyata membuat saya merasakan ada sesuatu yang kurang. Walaupun pekerjaan rumah hari ini belum beres juga, namun saya tetap berusaha meluangkan waktu untuk membagikan pengalaman saya hari ini bersama anak-anak kepada anda. Semoga bermanfaat.

Tak lupa juga saya sangat berterima kasih kepada tamu-tamu blog saya yang bersedia membuka dan barangkali dilanjutkan dengan membaca catatan-catatan kecil sederhana di blog ini.

Hari minggu,
Oleh sebagian orang dianggap sebagai hari untuk bermalas-malasan. Ya barangkali memang setelah seminggu penuh mereka disibukkan dengan aktifitas yang padat. Hari minggu waktu yang tepat untuk beristirahat. Begitupun dengan anak-anak saya. Setiap hari mereka disibukkan dengan aktifitas belajar disekolah, les, mengaji, latihan taekwondo, dan belum lagi pekerjaan rumah yang harus mereka kerjakan di rumah. 

Namun alhamdulillah, pagi ini mereka tetap konsisten untuk bangun sesuai jadwal. Jam 05.00 WIB. Tanpa perlu susah payah saya membangunkan. Karena terus terang, beberapa waktu yang lalu, sebelum saya berlakukan to do list di rumah kami. Mereka sering kali terlambat bangun jika hari itu mereka tidak ke sekolah. Sehingga sering kali terlambat melaksanakan sholat subuh. Begitupun dengan aktifitas mandi, sarapan dan lain sebagainya. Tapi tidak untuk hari ini, semua mereka kerjakan lebih awal. Tanpa perlu saya perintah lagi. Semoga kedepan tetap berlangsung demikian.

Siang hari, selesai anak bungsu saya menikmati makan siang, terdengar komentar dari anak tertua saya. "Tumpah semua bu" kata anak saya. Dan saya pun melihat nasi yang berceceran (beberapa butir nasi lebih tepatnya) di lantai tempat anak bungsu saya makan. Saya menjawab "Ya abang ambil sapu, bantu ibu membersihkan lantai itu". Diapun menjawab "Kok abang yang kena imbasnya, dia yang makan, aku yang bersihin". Jawaban yang wajar, pikir saya. 

Namun saya coba jelaskan dengan dia "Belajarlah untuk ikhlas untuk membantu ibu sekarang ini. Dari situ nanti kamu akan belajar memaklumi kekurangan orang lain. Karena tak selamanya apa yang dilakukan orang lain, sesuai dengan kemauan kita. Maunya kita, sehabis makan, adek membersihkan sendiri nasi yang tercecer. Atau bahkan jika perlu tak ada kotoran sedikitpun di meja dan lantai". Dia pun mengambil sapu sambil berkata "Dia harusnya juga belajar bertanggung jawab". Dalam hatipun saya menjawab "Jawabanmu tepat nak". Namun saya sampaikan ke dia "ya benar, tapi sekarang ibu ingin mengajarkanmu dulu tentang memaklumi kekurangan orang lain dan keikhlasan membantu ibu dulu, lain waktu ibu juga akan ajarkan adek tentang tanggung jawab". 

Tak mengapa, walaupun si abang masih menyapu dengan bersungut-sungut. Tapi saya yakin, suatu saat dia akan paham apa yang saya maksudkan dengan nasihat yang sederhana ini. Dari pada saya perintah dia dengan kalimat pendek "Ambil sapu sana, bersihin itu". Yang belum tentu dia ngerti maksud dari perintah itu. Sehingga yang sering kali terjadi malah percekcokan antara saya dan si abang.

Ya begitulah, walaupun maksudnya sama-sama perintah untuk menyapu. Namun pilihan kata dan kalimat yang kita gunakan kepada anak-anak memiliki perbedaan pemahaman yang akan diterima oleh anak-anak. Karena sering kali, anak tidak mengikuti perintah yang kita berikan bukan berarti membangkang atau menentang. Namun lebih banyak disebabkan karena mereka tidak mengetahui mengapa mereka harus melakukan itu. Dan ada nilai kebaikan apa sebenarnya yang terkandung di balik semua perintah dan peristiwa yang mereka alami.

Itulah tugas saya sebagai orang tua. Memberikan pengertian kepada mereka.

Namun begitu, tugas sayapun belum selesai, masih ada janji untuk mengajarkan ke adek tentang tanggung jawab. Semoga Allah memberikan kekuatan.

Wallahu A'lam Bishawab.